Tuesday, May 26

berhentilah menjadi gelas....


Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.
"Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu? " sang Guru bertanya.
"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Susah bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak
ada habis-habisnya, " jawab sang murid muda.
Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu
itu." Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa
gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
"Cuba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang Guru. "Setelah itu cuba kau minum airnya
sedikit." Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini pucat kerana meminum airnya masin.
"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.
"Masin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih sama.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang pucat akibat kemasinan.
"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau." Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke sungai, tanpa bicara. Rasa masin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa masin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu fikirnya.
"Sekarang, cuba kau minum air sungai itu," kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya,
tepat di pinggir sungai.Si murid menangkupkan kedua tangannya,mengambil air tersebut, dan membawanya ke
mulutnya lalu meneguknya. Ketika air sungai yang dingin dan segar mengalir di kerongkongnya, Sang Guru bertanya
kepadanya, "Bagaimana rasanya?"
"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan lengan bajunya. Tentu saja, sungai ini berasal
dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air sungai ini
juga menghilangkan rasa masin yang tersisa di mulutnya.
"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"
"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnyalagi. Sang Guru hanya tersenyum
memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air sungai itu sampai puas.
"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak
kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang
kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah."
Si murid terdiam, mendengarkan.
"Tapi Nak, rasa `masin' dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar sungai."